Jumat, 14 Mei 2010

Bimbingan dan Konseling

Sejarah Bimbingan dan Konseling
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan hasil Konferensi Fakultas Kejuruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20-24 agustus1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 berdiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan “pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka.
Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai jelas.

Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Prayitno dan Erman Amti (2004:99) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Winkel (2005:27) mendefenisikan bimbingan:
(1) suatu usaha untuk melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri,
(2) suatu cara untuk memberikan bantuan kepada individu untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya,
(3) sejenis pelayanan kepada individu-individu agar mereka dapat menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun rencana yang realistis, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan memuaskan diri dalam lingkungan dimana mereka hidup,
(4) suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan
Sedangkan konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Sejalan dengan itu, Winkel (2005:34) mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Berdasarkan pengertian konseling di atas dapat dipahami bahwa konseling adalah usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli/klien.

Tujuan Bimbingan dan Konseling
a.Tujuan Umum
Tujuan umum dari layanan Bimbingan dan Konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Tahun 2003, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

b.Tujuan Khusus
Secara khusus layanan Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.
Bimbingan pribadi – sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi – sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggungjawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karier dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif.

1. Dalam aspek tugas perkembangan pribadi–sosial layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar :
a. Memiliki kesadaran diri, yaitu menggambarkan penampilan dan mengenal kekhususan yang ada pada dirinya.
b. Dapat mengembangkan sikap positif, seperti menggambarkan orang-orang yang mereka senangi.
c. Membuat pilihan secara sehat
d. Mampu menghargai orang lain
e. Memiliki rasa tanggung jawab
f. Mengembangkan ketrampilan hubungan antar pribadi
g. Dapat menyelesaikan konflik
h. Dapat membuat keputusan secara efektif
2. Dalam aspek tugas perkembangan belajar, layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar :
a. Dapat melaksanakan ketrampilan atau belajar secara efektif
b. Dapat menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan
c. Mampu belajar secara efektif
d. Memiliki ketrampilan dan kemampuan dalam menghadapi evaluasi/ujian
3. Dalam aspek tugas perkembangan karier, layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar :
a. Mampu membentuk identitas karier, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan di dalam lingkungan kerja
b. Mampu merencanakan masa depan
c. Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan arah karier
d. Mengenal ketrampilan, kemampuan dan minat

Fungsi Bimbingan dan Konseling
 Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
 Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
 Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
 Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
 Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
 Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
 Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
 Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
 Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
 Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli.
Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fondasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah.

Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
1. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah, baik pria maupun wanita, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif) dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
2. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
3. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.
4. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
5. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk mempertimbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
6. Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

Asas-asas Bimbingan dan Konseling
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli. Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain, dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
Setiap kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan melalui tahap :
a. Perencanaan kegiatan
b. Pelaksanaan kegiatan
c. Penilaian hasil kegiatan
d. Analisis hasil penilaian dan tindak lanjut .

Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:
a. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
b. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
c. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
d. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
f. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
g. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
h. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.

Supervisi Pendidikan

a. Pengertian Supervisi Pendidikan

Istilah supervisi pendidikan dapat dijelaskan baik menurut :
1) Etimologi, Istilah supervisi diambil dalam perkataan bahasa Inggris “ Supervision” artinya pengawasan di bidang pendidikan. Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor.
2) Morfologis, Supervisi dapat dijelaskan menurut bentuk perkataannya. Supervisi terdiri dari dua kata, yaitu Super berarti atas, lebih. Visi berarti lihat, tilik, awasi. Seorang supervisor memang mempunyai posisi di atas atau mempunyai kedudukan yang lebih dari orang yang disupervisinya.
3) Semantik, Pada hakekatnya isi yang terkandung dalam definisi yang rumusannya tentang sesuatu tergantung dari orang yang mendefinisikan. Wiles secara singkat telah merumuskan bahwa supervisi sebagai bantuan pengembangan situasi mengajar belajar agar lebih baik. Adam dan Dickey merumuskan supervisi sebagai pelayanan khususnya menyangkut perbaikan proses belajar mengajar.
Karena aspek utama adalah guru, maka layanan dan aktivitas kesupervisian harus lebih diarahkan kepada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar. Untuk itu guru harus memiliki, yakni :
1) Kemampuan personal,
2) Kemampuan profesional
3) Kemampuan sosial (Depdiknas, 1982).
Atas dasar uraian diatas, maka pengertian supervisi dapat dirumuskan sebagai berikut, “serangkaian usaha pemberian bantuan kepada guru dalam bentuk layanan profesional yang diberikan oleh supervisor (Pengawas sekolah, kepala sekolah, dan pembina lainnya) guna meningkatkan mutu proses dan hasil belajar mengajar. Karena supervisi atau pembinaan guru tersebut lebih menekankan pada pembinaan guru tersebut pula.“ Pembinaan profesional guru, yakni pembinaan yang lebih diarahkan pada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan profesional guru.


b. Pentingnya Pengembangan Sumber Daya Guru dengan Supervisi

Guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tataran institusional dan eksperiensial, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari aspek "guru" dan tenaga kependidikan lainnya yang menyangkut kualitas keprofesionalannya maupun kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang professional. Ada dua metafora untuk menggambarkan pentingnya pengembangan sumber daya guru.
Pertama, jabatan guru diumpamakan dengan sumber air. Demikianlah bila seorang guru tidak pernah membaca informasi yang baru, tidak menambah ilmu pengetahuan tentang apa yang diajarkan, maka ia tidak mungkin memberi ilmu dan pengetahuan dengan cara yang lebih menyegarkan kepada peserta didik.
Kedua, jabatan guru diumpamakan dengan sebatang pohon buah-buahan. Begitu juga dengan jabatan guru yang perlu bertumbuh dan berkembang. Baik itu pertumbuhan pribadi guru maupun pertumbuhan profesi guru. Setiap guru perlu menyadari bahwa pertumbuhan dan pengembangan profesi merupakan suatu keharusan untuk menghasilkan output pendidikan berkualitas.
Itulah sebabnya guru perlu belajar terus menerus, membaca informasi terbaru dan mengembangkan ide-ide kreatif dalam pembelajaran agar suasana belajar mengajar menggairahkan dan menyenangkan baik bagi guru apalagi bagi peserta didik.
Peningkatan sumber daya guru bisa dilaksanakan dengan bantuan supervisor, yaitu orang ataupun instansi yang melaksanakan kegiatan supervisi terhadap guru. Perlunya bantuan supervisi terhadap guru berakar mendalam dalam kehidupan masyarakat. Swearingen mengungkapkan latar belakang perlunya supervisi berakar mendalam dalam kebutuhan masyarakat dengan latar belakang sebagai berikut :
1. Latar Belakang Kultural, Pendidikan berakar dari budaya arif lokal setempat.
2. Latar Belakang Filosofis, Suatu system pendidikan yang berhasil guna dan berdaya guna bila ia berakar mendalam pada nilai-nilai filosofis pandangan hidup suatu bangsa.
3. Latar Belakang Psikologis, Secara psikologis supervisi itu berakar mendalam pada pengalaman manusia.
4. Latar Belakang Sosial, Seorang supervisor dalam melakukan tanggung jawabnya harus mampu mengembangkan potensi kreativitas dari orang yang dibina melalui cara mengikutsertakan orang lain untuk berpartisipasi bersama
5. Latar Belakang Sosiologis, Secara sosiologis perubahan masyarakat punya dampak terhadap tata nilai.
6. Latar Belakang Pertumbuhan Jabatan, Supervisi bertugas memelihara, merawat dan menstimulasi pertumbuhan jabatan guru.
Permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan supervisi di lingkungan pendidikan dasar adalah bagaimana cara mengubah pola pikir yang bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif, yaitu sikap yang menciptakan situasi dan relasi di mana guru-guru merasa aman dan diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri.
Supandi (1986:252), menyatakan bahwa ada dua hal yang mendasari pentingnya supervisi dalam proses pendidikan, yaitu :
1. Perkembangan kurikulum merupakan gejala kemajuan pendidikan. Perkembangan tersebut sering menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum tersebut memerlukan penyesuaian yang terus-menerus dengan keadaan nyata di lapangan. Hal ini berarti bahwa guru-guru senantiasa harus berusaha mengembangkan kreativitasnya agar daya upaya pendidikan berdasarkan kurikulum dapat terlaksana secara baik.
2. Pengembangan personal. Pegawai atau karyawan senantiasa merupakan upaya yang terus-menerus dalam suatu organisasi. Pengembangan personal dapat dilaksanakan secara formal dan informal.
Pelaksanaan kegiatan supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam memberikan pembinaan kepada guru. Hal tersebut karena proses belajar-mengajar yang dilaksanakan guru merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Oleh karena itu, kegiatan supervisi dipandang perlu untuk memperbaiki kinerja guru dalam proses pembelajaran. Secara umum ada dua kegiatan yang termasuk dalam kategori supevisi pengajaran, yakni :
1. Supervisi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada guru-guru. Secara rutin dan terjadwal Kepala Sekolah melaksanakan kegiatan supervisi kepada guru-guru dengan harapan agar guru mampu memperbaiki proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam prosesnya, kepala sekolah memantau secara langsung ketika guru sedang mengajar. Guru mendesain kegiatan pembelajaran dalam bentuk rencana pembelajaran kemudian kepala sekolah mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru. Saat kegiatan supervisi berlangsung, Kepala Sekolah menggunakan lembar observasi yang sudah dibakukan, yakni Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG terdiri atas APKG 1 (untuk menilai Rencana Pembelajaran yang dibuat guru) dan APKG 2 (untuk menilai pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan guru).
2. Supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah kepada Kepala Sekolah dan guru-guru untuk meningkatkan kinerja. Kegiatan supervisi ini dilakukan oleh Pengawas Sekolah yang bertugas di suatu Gugus Sekolah. Gugus Sekolah adalah gabungan dari beberapa sekolah terdekat, biasanya terdiri atas 5-8 Sekolah. Hal-hal yang diamati pengawas sekolah ketika melakukan kegiatan supervisi untuk memantau kinerja kepala sekolah, di antaranya administrasi sekolah, meliputi :
a. Bidang Akademik, mencakup kegiatan :
1) menyusun program tahunan dan semester,
2) mengatur jadwal pelajaran,
3) mengatur pelaksanaan penyusunan model satuan pembelajaran,
4) menentukan norma kenaikan kelas,
5) menentukan norma penilaian,
6) mengatur pelaksanaan evaluasi belajar,
7) meningkatkan perbaikan mengajar,
8) mengatur kegiatan kelas apabila guru tidak hadir, dan
9) mengatur disiplin dan tata tertib kelas.
b. Bidang Kesiswaan, mencakup kegiatan :
1) mengatur pelaksanaan penerimaan siswa baru berdasarkan peraturan penerimaan siswa baru,
2) mengelola layanan bimbingan dan konseling,
3) mencatat kehadiran dan ketidakhadiran siswa, dan
4) mengatur dan mengelola kegiatan ekstrakurikuler.

c. Bidang Personalia, mencakup kegiatan:
1) mengatur pembagian tugas guru,
2) mengajukan kenaikan pangkat, gaji, dan mutasi guru,
3) mengatur program kesejahteraan guru,
4) mencatat kehadiran dan ketidakhadiran guru, dan
5) mencatat masalah atau keluhan-keluhan guru.
d. Bidang Keuangan, mencakup kegiatan:
1) menyiapkan rencana anggaran dan belanja sekolah,
2) mencari sumber dana untuk kegiatan sekolah,
3) mengalokasikan dana untuk kegiatan sekolah, dan
4) mempertanggungjawabkan keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e. Bidang Sarana dan Prasarana, mencakup kegiatan :
1) penyediaan dan seleksi buku pegangan guru,
2) layanan perpustakaan dan laboratorium,
3) penggunaan alat peraga,
4) kebersihan dan keindahan lingkungan sekolah,
5) keindahan dan kebersihan kelas, dan
6) perbaikan kelengkapan kelas.
f. Bidang Hubungan Masyarakat, mencakup kegiatan:
1) kerjasama sekolah dengan orangtua siswa,
2) kerjasama sekolah dengan Komite Sekolah,
3) kerjasama sekolah dengan lembaga-lembaga terkait, dan
4) kerjasama sekolah dengan masyarakat sekitar (Depdiknas 1997).
Sedangkan ketika mensupervisi guru, hal-hal yang dipantau pengawas juga terkait dengan administrasi pembelajaran yang harus dikerjakan guru, diantaranya :
a. Penggunaan program semester,
b. Penggunaan rencana pembelajaran,
c. Penyusunan rencana harian,
d. Program dan pelaksanaan evaluasi,
e. Kumpulan soal,
f. Buku pekerjaan siswa,
g. Buku daftar nilai,
h. Buku analisis hasil evaluasi,
i. Buku program perbaikan dan pengayaan,
j. Buku program Bimbingan dan Konseling, dan
k. Buku pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler.

c. Profesionalisme Guru
Guru yang profesional adalah mereka yang memiliki kemampuan profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai pendidik.
Studi yang dilakukan oleh Ace Suryani menunjukkan bahwa guru yang bermutu dapat diukur dengan lima indikator, yaitu :
1. Kemampuan profesional (professional capacity), sebagaimana terukur dari ijazah, jenjang pendidikan, jabatan dan golongan, serta pelatihan.
2. Upaya profesional (professional efforts), sebagaimana terukur dari kegiatan mengajar, pengabdian dan penelitian.
3. Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional (teacher's time), sebagaimana terukur dari masa jabatan, pengalaman mengajar serta lainnya.
4. Kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya (link and match), sebagaimana terukur dari mata pelajaran yang diambil, apakah telah sesuai dengan spesialisasinya atau tidak,
5. Tingkat kesejahteraan (prosperiousity) sebagaimana terukur dari upah, honor atau penghasilan rutinnya. Tingkat kesejahteraan yang rendah bisa mendorong seorang pendidik untuk melakukan kerja sambilan, dan bilamana kerja sambilan ini sukses, bisa jadi profesi mengajarnya berubah menjadi sambilan.
Guru yang profesional amat berarti bagi pembentukan sekolah unggulan. Guru profesional memiliki pengalaman mengajar, kapasitas intelektual, moral, keimanan, ketaqwaan, disiplin, tanggungjawab, wawasan kependidikan yang luas, kemampuan manajerial, trampil, kreatif, memiliki keterbukaan profesional dalam memahami potensi, karakteristik dan masalah perkembangan peserta didik, mampu mengembangkan rencana studi dan karir peserta didik serta memiliki kemampuan meneliti dan mengembangkan kurikulum.
Dewasa ini, banyak guru dengan berbagai alasan dan latar belakangnya menjadi sangat sibuk sehingga tidak jarang yang mengingat terhadap tujuan pendidikan yang menjadi kewajiban dan tugas pokok mereka. Seringkali kesejahteraan yang kurang atau gaji yang rendah menjadi alasan bagi sebagian guru untuk menyepelekan tugas utama, yaitu mengajar sekaligus mendidik siswa. Guru hanya sebagai penyampai materi yang berupa fakta-fakta kering yang tidak bermakna karena guru menang belajar lebih dulu semalam daripada siswanya. Terjadi ketidaksiapan dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar ketika guru tidak memahami tujuan umum pendidikan.
Untuk menjadi professional, seorang guru dituntut memiliki lima hal, yakni :
1. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswanya.
2. Guru menguasai secara mendalam bahan atau mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada siswa. Bagi guru, hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
3. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar.
4. Guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Untuk bisa belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta baik dan buruk dampaknya pada proses belajar siswa.
5. Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya PGRI dan organisasi profesi lainnya (Supriadi, 1999:98). Dalam konteks yang aplikatif, kemampuan professional guru dapat diwujudkan dalam penguasaan sepuluh kompetensi guru, yang meliputi:
a. Menguasai bahan, meliputi:
1. Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum,
2. Menguasai bahan pengayaan atau penunjang bidang studi.
b. Mengelola program belajar-mengajar, meliputi:
1. Merumuskan tujuan pembelajaran,
2. Mengenal dan menggunakan prosedur pembelajaran yang tepat,
3. Melaksanakan program belajar-mengajar,
4. Mengenal kemampuan anak didik.
c. Mengelola kelas, meliputi:
1. Mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran,
2. Menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi.
d. Penggunaan media atau sumber, meliputi:
1. Mengenal, memilih dan menggunakan media,
2. Membuat alat bantu yang sederhana,
3. Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar-mengajar,
4. Menggunakan micro teaching untuk unit program pengenalan lapangan.
e. Menguasai landasan-landasan pendidikan.
f. Mengelola interaksi-interaksi belajar-mengajar.
g. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran.
h. Mengenal fungsi layanan bimbingan dan konseling di sekolah, meliputi:
1. Mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan konseling,
2. Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling.
i. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah.
j. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran (Suryasubrata 1997:4-5).
FUNGSI SUPERVISI PENDIDIKAN
1. Penelitian (research) → untuk memperoleh gambaran yang jelas dan objektif tentang suatu situasi pendidikan, yang meliputi :
• Perumusan topik
• Pengumpulan data
• Pengolahan data
• Konklusi hasil penelitian
2. Penilaian (evaluation) → lebih menekankan pada aspek positif daripada negatif.
3. Perbaikan (improvement) → dapat mengatahui bagaimana situasi pendidikan atau pengajaran pada umumnya dan situasi belajar mengajarnya.
4. Pembinaan → berupa bimbingan (guidance) ke arah pembinaan diri yang disupervisi.

JENIS-JENIS SUPERVISI PENDIDIKAN BERDASARKAN PROSESNYA
1. Koraktif : lebih mencari kesalahan.
2. Preventif : mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
3. Konstruktif : membangun (dapat memperbiki jika terjadi kesalahan).
4. Kreatif : menekankan inisiatif dan kebebasan berfikir.
KETERAMPILAN-KETERAMPILAN SUPERVISOR PENDIDIKAN
1. Keterampilan dalam kepemimpinan (leadership)
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa menjalin hubungan yang harmonis dengan yang dipimpin, yang meliputi :
• Working on : wibawa (power on).
• Working for : pembantu bagi orang yang disupervisi.
• Working mithin : bersama-sama.
2. Keterampilan dalam proses kelompok
Supervisor harus terampil :
• Membangkitkan semangat kerjasama.
• Merumuskan tujuan.
• Merencanakan bersama.
• Mengambil keputusan bersama.
• Menciptakan tanggung jawab bersama.
• Menilai dan merivisi bersama.
3. Keterampilan dalam hubungan insani (human relation)
Supervisor tidak semata-mata berurusan dengan aspek meteril tetapi berhadapan dengan manusia-manusia yang berbeda perilaku, diantaranya yaitu :
• Hubungan pribadi : pribadi orang yang bersangkutan.
• Hubungan fungsionil : fungsi yang dijalankan seseorang.
• Hubungan instrumental : didasarkan atas pandangan memperalat bawahan.
• Hubungan konsensionil : didasarkan atas kebiasaan atau kelaziman yang berlaku.

4. Keterampilan dalam administrasi personal
Supervisor harus terampil :
• Menyeleksi anggota/karyawan baru.
• Mengorientasi anggota/karyawan baru.
• Menempatkan dan menugaskan sesuai kecakapan.
• Membina karyawan.
5. Keterampilan dalam evaluasi (evaluation)
• Merumuskan tujuan dan norma-norma.
• Mengumpukan fakta-fakta perubahan.
• Menterapkan criteria dan menyusun pertimbangan.
• Merevisi rencana yang telah disusun.
TIPE-TIPE SUPERVISOR PENDIDIKAN
1. Otokratis : supervisor penentu segalanya.
2. Demokratis : mementingkan musyawarah mufakat dan bekerjasama atau gontong royong secara kekeluargaan.
3. manipulasi diplomatis : mengarahkan orang yang disupervisi untuk melaksanakan apa yang dikehendaki supervisor dengan cara musulihat.
4. laissez-faire : memberikan kebebasan dan keleluasan kepada orang yang disupervisi untuk melakukan apa yang dianggap mereka baik.
MASALAH-MASALAH YANG DIHADAPI SUPERVISI PENDIDIKAN
a. Perbedaan konsep inspeksi dan supervisi pendidikan.
1. perbedaan fungsi
→ inspeksi merupakan suatu jabatan (position) dalam suatu jawatan
→ supervisi merupakan suatu fungsi (funcition) untuk membina perbaikan suatu situasi
2. perbedaan prinsip
→ inspeksi dilaksanakan berdasarkan prinsip otokrasi/inspector, atau pengawas
→ supersvisi dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi yang dijiwai oleh fasafah pancasila
b. Perbedaan interpretasi terminologis.
c. Perbedaan aktualisasi fungsi sebagai administrator dan supervisor pendidikan.
→ administrator berfungsi mengatur agar segala sesuatu berjalan dengan baik.
→ supervisor berfungsi membina agar sesuatu itu berjalan secara lebih baik dan lebih lancar lagi (meningkatkan mutu) dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan.
d. Perbedaan konsepsional tentang kepemimpinan dan kekuasaan.
→ kekuatan mendapat yang diberikan tidak disertai wewenang bertindak, sehingga bukan hanya sulit, ia juga tidak tau apa yang menjadi wewenangnya.

Standar Pengelolaan

A. Pengertian Standar
Standar adalah kesepakatan-kesepakatan yang telah didokumentasikan yang di dalamnya terdiri antara lain mengenai spesifikasi-spesifikasi teknis atau kriteria-kriteria yang akurat yang digunakan sebagai peraturan, petunjuk, atau definisi-definisi tertentu untuk menjamin suatu barang, produk, proses, atau jasa sesuai dengan yang telah dinyatakan. Standar dapat juga diartikan sebagai spesifikasi teknis yang tersedia untuk masyarakat yang merupakan kerja sama dan konsensus umum yang didasarkan pada IPTEK dan pengalaman agar dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat serta diakui oleh badan yang berwenang.
B. Pengertian Standar Pengelolaan
Standar Pengelolaan adalah Standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, propinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pendidikan.
C. Pengertian Pendidikan
Menurut Undang- Undang tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (UU No. 20 Tahun 2003).
D. Pengertian Standar Pengelolaan Pendidikan
Standar Pengelolaan pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, atau nasional agar tercapai efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan satuan pendidikan menjadi tanggung jawab kepala satuan pendidikan.
E. Dasar Hukum
a) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 50
(1) Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab menteri.
(2) Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional.
(3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
(4) Pemerintah Daerah Provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.
(5) Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.
(6) Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya.
(7) Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peratutan Pemerintah.
Pasal 51
(1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2) Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.
(3) Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
(1) Pengelolaan satuan pendidikan nonformal dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
(2) Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
b) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Menurut PP No 19 Tahun 2005, Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah.
 Standar Pengelolaan Oleh Satuan Pendidikan.
Pasal 49
(1) Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas
(2) Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan perundangundangan yang berlaku memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian dalam pengelolaan akademik, operasional, personalia, keuangan, dan area fungsional kepengelolaan lainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.
 Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah Daerah
Pasal 59
(1) Pemerintah Daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:
a. wajib belajar;
b. peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah;
c. penuntasan pemberantasan buta aksara;
d. penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat;
e. peningkatan status guru sebagai profesi;
f. akreditasi pendidikan;
g. peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat;
h. pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan.
 Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah
Pemerintah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:
a. wajib belajar;
b. peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi;
c. penuntasan pemberantasan buta aksara;
d. penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat;
e. peningkatan status guru sebagai profesi;
f. peningkatan mutu dosen;
g. standarisasi pendidikan;
h. akreditasi pendidikan;
i. peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan lokal, nasional, dan global;
j. pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan;
k. Penjaminan mutu pendidikan nasional.
c) Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan
Standar Pengelolaan Pendidikan disajikan pada Diklat Peningkatan Profesi Pengawas TK/SD dan Kepala Sekolah Dasar Kabupaten Wonosobo Tahun 2007 Berdasarkan Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tanggal 23 Mei Tahun 2007 Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Pengelolaan sekolah didasarkan pada:
A. PERENCANAAN PROGRAM
1. Visi Sekolah/Madrasah
a. Sekolah/Madrasah merumuskan dan menetapkan visi serta mengembangkannya.
b. Visi sekolah/madrasah:
1) Dijadikan sebagai cita-cita bersama warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan pada masa yang akan datang;
2) Mampu memberikan inspirasi, motivasi, dan kekuatan pada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan;
3) Dirumuskan berdasar masukan dari berbagai warga sekolah/madrasah dan pihak-pihak yang berkepentingan, selaras dengan visi institusi di atasnya serta visi pendidikan nasional;
4) Diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah dengan memperhatikan masukan komite sekolah/madrasah;
5) Disosialisasikan kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan;
6) Ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di masyarakat.
2. Misi Sekolah/Madrasah
a. Sekolah/Madrasah merumuskan dan menetapkan misi serta mengembangkannya.
b. Misi sekolah/madrasah:
1) Memberikan arah dalam mewujudkan visi sekolah/madrasah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional;
2) Merupakan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu;
3) Menjadi dasar program pokok sekolah/madrasah;
4) Menekankan pada kualitas layanan peserta didik dan mutu lulusan yang diharapkan oleh sekolah/madrasah;
5) Memuat pernyataan umum dan khusus yang berkaitan dengan program sekolah/madrasah;
6) Memberikan keluwesan dan ruang gerak pengembangan kegiatan satuan-satuan unit sekolah/madrasah yang terlibat;
7) Dirumuskan berdasarkan masukan dari segenap pihak yang berkepentingan termasuk komite sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah;
8) Disosialisasikan kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan;
9) Ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di masyarakat.
3. Tujuan Sekolah/Madrasah
a. Sekolah/Madrasah merumuskan dan menetapkan tujuan serta mengembangkannya.
b. Tujuan sekolah/madrasah:
1) Menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka menengah (empat tahunan);
2) Mengacu pada visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional serta relevan dengan kebutuhan masyarakat;
3) Mengacu pada standar kompetensi lulusan yang sudah ditetapkan oleh sekolah/madrasah dan Pemerintah;
4) Mengakomodasi masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan termasuk komite sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah;
5) Disosialisasikan kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan.
4. Rencana Kerja Sekolah/Madrasah
a. Sekolah/Madrasah membuat:
1) Rencana kerja jangka menengah yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu empat tahun yang berkaitan dengan mutu lulusan yang ingin dicapai dan perbaikan komponen yang mendukung peningkatan mutu lulusan;
2) Rencana kerja tahunan yang dinyatakan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah (RKA-S/M) dilaksanakan berdasarkan rencana jangka menengah.
b. Rencana kerja jangka menengah dan tahunan sekolah/madrasah:
1) Disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah/madrasah dan disahkan berlakunya oleh dinas pendidikan kabupaten/kota. Pada sekolah/madrasah swasta rencana kerja ini disahkan berlakunya oleh penyelenggara sekolah/madrasah;
2) Dituangkan dalam dokumen yang mudah dibaca oleh pihak-pihak yang terkait.
c. Rencana kerja empat tahun dan tahunan disesuaikan dengan persetujuan rapat dewan pendidik dan pertimbangan komite sekolah/madrasah.
d. Rencana kerja tahunan dijadikan dasar pengelolaan sekolah/madrasah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
e. Rencana kerja tahunan memuat ketentuan yang jelas mengenai:
1) Kesiswaan;
2) Kurikulum dan kegiatan pembelajaran;
3) Pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya;
4) Sarana dan prasarana;
5) Keuangan dan pembiayaan;
6) Budaya dan lingkungan sekolah;
7) Peranserta masyarakat dan kemitraan;
8) Rencana-rencana kerja lain yang mengarah kepada peningkatan dan pengembangan mutu.

B. PELAKSANAAN RENCANA KERJA
1. Pedoman Sekolah/Madrasah
a. Sekolah/Madrasah membuat dan memiliki pedoman yang mengatur berbagai aspek pengelolaan secara tertulis yang mudah dibaca oleh pihak-pihak yang terkait.
b. Perumusan pedoman sekolah/madrasah:
1) Mempertimbangkan visi, misi dan tujuan sekolah/madrasah;
2) Ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan masyarakat.
c. Pedoman pengelolaan sekolah/madrasah meliputi:
1) kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP);
2) kalender pendidikan/akademik;
3) struktur organisasi sekolah/madrasah;
4) pembagian tugas di antara guru;
5) pembagian tugas di antara tenaga kependidikan;
6) peraturan akademik;
7) tata tertib sekolah/madrasah;
8) kode etik sekolah/madrasah;
9) biaya operasional sekolah/madrasah.
10) Pedoman sekolah/madrasah berfungsi sebagai petunjuk pelaksanaan operasional.
e. Pedoman pengelolaan KTSP, kalender pendidikan dan pembagian tugas pendidik dan tenaga kependidikan dievaluasi dalam skala tahunan, sementara lainnya dievaluasi sesuai kebutuhan.
2. Struktur Organisasi Sekolah/Madrasah
a. Struktur organisasi sekolah/madrasah berisi tentang sistem penyelenggaraan dan administrasi yang diuraikan secara jelas dan transparan.
b. Semua pimpinan, pendidik, dan tenaga kependidikan mempunyai uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas tentang keseluruhan penyelenggaraan dan administrasi sekolah/madrasah.
c. Pedoman yang mengatur tentang struktur organisasi sekolah/madrasah:
1) memasukkan unsur staf administrasi dengan wewenang dan tanggungjawab yang jelas untuk menyelenggarakan administrasi secara optimal;
2) dievaluasi secara berkala untuk melihat efektifitas mekanisme kerja pengelolaan sekolah;
3) diputuskan oleh kepala sekolah/madrasah dengan mempertimbangkan pendapat dari komite sekolah/madrasah.
3. Pelaksanaan Kegiatan Sekolah/Madrasah
a. Kegiatan sekolah/madrasah:
1) dilaksanakan berdasarkan rencana kerja tahunan;
2) dilaksanakan oleh penanggung jawab kegiatan yang didasarkan pada ketersediaan sumber daya yang ada.
b. Pelaksanaan kegiatan sekolah/madrasah yang tidak sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan perlu mendapat persetujuan melalui rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah.
c. Kepala sekolah/madrasah mempertanggungjawabkan pelaksanaan pengelolaan bidang akademik pada rapat dewan pendidik dan bidang nonakademik pada rapat komite sekolah/madrasah dalam bentuk laporan pada akhir tahun ajaran yang disampaikan sebelum penyusunan rencana kerja tahunan berikutnya.


4. Bidang Kesiswaan
a. Sekolah/Madrasah menyusun dan menetapkan petunjuk pelaksanaan operasional mengenai proses penerimaan peserta didik yang meliputi:
1) Kriteria calon peserta didik:
• SD/MI berusia sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun, pengecualian terhadap usia peserta didik yang kurang dari 6 (enam) tahun dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis dari pihak yang berkompeten, seperti konselor sekolah/madrasah maupun psikolog;
• SDLB/SMPLB/SMALB berasal dari peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sensorik, dan/atau sosial;
• SMP/MTs berasal dari lulusan SD, MI, Paket A atau satuan pendidikan bentuk lainnya yang sederajat;
• SMA/SMK, MA/MAK berasal dari anggota masyarakat yang telah lulus dari SMP/MTs, Paket B atau satuan pendidikan lainnya yang sederajat.
2) Penerimaan peserta didik sekolah/madrasah dilakukan:
• secara obyektif, transparan, dan akuntabel sebagaimana tertuang dalam aturan sekolah/madrasah;
• tanpa diskriminasi atas dasar pertimbangan gender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi bagi SD/MI, SMP/MTs penerima subsidi dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah;
• berdasar kriteria hasil ujian nasional bagi SMA/SMK, MA/MAK, dan kriteria tambahan bagi SMK/MAK;
• sesuai dengan daya tampung sekolah/madrasah.
3) Orientasi peserta didik baru yang bersifat akademik dan pengenalan lingkungan tanpa kekerasan dengan pengawasan guru.
b. Sekolah/Madrasah:
1) memberikan layanan konseling kepada peserta didik;
2) melaksanakan kegiatan ekstra dan kokurikuler untuk para peserta didik;
3) melakukan pembinaan prestasi unggulan;
4) melakukan pelacakan terhadap alumni.
5. Bidang Kurikulum dan Kegiatan Pembelajaran
a. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
1) Sekolah/Madrasah menyusun KTSP.
2) Penyusunan KTSP memperhatikan Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, dan peraturan pelaksanaannya.
3) KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi sekolah/madrasah, potensi atau karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
4) Kepala Sekolah/Madrasah bertanggungjawab atas tersusunnya KTSP.
5) Wakil Kepala SMP/MTs dan wakil kepala SMA/SMK/MA/MAK bidang kurikulum bertanggungjawab atas pelaksanaan penyusunan KTSP.
6) Setiap guru bertanggungjawab menyusun silabus setiap mata pelajaran yang diampunya sesuai dengan Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, dan Panduan Penyusunan KTSP.
7) Dalam penyusunan silabus, guru dapat bekerjasama dengan Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP), atau Perguruan Tinggi.
8) Penyusunan KTSP tingkat SD dan SMP dikoordinasi, disupervisi, dan difasilitasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sedangkan SDLB, SMPLB, SMALB, SMA dan SMK oleh Dinas Pendidikan Provinsi yang bertanggungjawab di bidang pendidikan. Khusus untuk penyusunan KTSP Pendidikan Agama (PA) tingkat SD dan SMP dikoordinasi, disupervisi, dan difasilitasi oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota, sedangkan untuk SDLB, SMPLB, SMALB, SMA dan SMK oleh Kantor Wilayah Departemen Agama.
9) Penyusunan KTSP tingkat MI dan MTs dikoordinasi, disupervisi, dan difasilitasi oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota, sedangkan MA dan MAK oleh Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi.
b. Kalender Pendidikan
1) Sekolah/Madrasah menyusun kalender pendidikan/akademik yang meliputi jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan ekstrakurikuler, dan hari libur.
2) Penyusunan kalender pendidikan/akademik:
• didasarkan pada Standar Isi;
• berisi mengenai pelaksanaan aktivitas sekolah/madrasah selama satu tahun dan dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan;
• diputuskan dalam rapat dewan pendidik dan ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah.
3) Sekolah/Madrasah menyusun jadwal penyusunan KTSP.
4) Sekolah/Madrasah menyusun mata pelajaran yang dijadwalkan pada semester gasal, dan semester genap.
c. Program Pembelajaran
1) Sekolah/Madrasah menjamin mutu kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dan program pendidikan tambahan yang dipilihnya.
2) Kegiatan pembelajaran didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, dan peraturan pelaksanaannya, serta Standar Proses dan Standar Penilaian.
3) Mutu pembelajaran di sekolah/madrasah dikembangkan dengan:
• model kegiatan pembelajaran yang mengacu pada Standar Proses;
• melibatkan peserta didik secara aktif, demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis;
• tujuan agar peserta didik mencapai pola pikir dan kebebasan berpikir sehingga dapat melaksanakan aktivitas intelektual yang berupa berpikir, berargumentasi, mempertanyakan, mengkaji, menemukan, dan memprediksi;
• pemahaman bahwa keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan mendalam untuk mencapai pemahaman konsep, tidak terbatas pada materi yang diberikan oleh guru.
4) Setiap guru bertanggungjawab terhadap mutu perencanaan kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diampunya agar peserta didik mampu:
• meningkat rasa ingin tahunya;
• mencapai keberhasilan belajarnya secara konsisten sesuai dengan tujuan pendidikan;
• memahami perkembangan pengetahuan dengan kemampuan mencari sumber informasi;
• mengolah informasi menjadi pengetahuan;
• menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah;
• mengkomunikasikan pengetahuan pada pihak lain; dan
• mengembangkan belajar mandiri dan kelompok dengan proporsi yang wajar.
5) Kepala sekolah/madrasah bertanggungjawab terhadap kegiatan pembelajaran sesuai dengan peraturan yang ditetapkan Pemerintah.
6) Kepala SD/MI/SDLB/SMPLB/SMALB, wakil kepala SMP/MTs, dan wakil kepala SMA/SMK/MA/MAK bidang kurikulum bertanggungjawab terhadap mutu kegiatan pembelajaran.
7) Setiap guru bertanggungjawab terhadap mutu kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diampunya dengan cara:
• merujuk perkembangan metode pembelajaran mutakhir;
• menggunakan metoda pembelajaran yang bervariasi, inovatif dan tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran;
• menggunakan fasilitas, peralatan, dan alat bantu yang tersedia secara efektif dan efisien;
• memperhatikan sifat alamiah kurikulum, kemampuan peserta didik, dan pengalaman belajar sebelumnya yang bervariasi serta kebutuhan khusus bagi peserta didik dari yang mampu belajar dengan cepat sampai yang lambat;
• memperkaya kegiatan pembelajaran melalui lintas kurikulum, hasil-hasil penelitian dan penerapannya;
• mengarahkan kepada pendekatan kompetensi agar dapat menghasilkan lulusan yang mudah beradaptasi, memiliki motivasi, kreatif, mandiri, mempunyai etos kerja yang tinggi, memahami belajar seumur hidup, dan berpikir logis dalam menyelesaikan masalah.
d. Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik
1) Sekolah/Madrasah menyusun program penilaian hasil belajar yang berkeadilan, bertanggung jawab dan berkesinambungan.
2) Penyusunan program penilaian hasil belajar didasarkan pada Standar Penilaian Pendidikan.
3) Sekolah/Madrasah menilai hasil belajar untuk seluruh kelompok mata pelajaran, dan membuat catatan keseluruhan, untuk menjadi bahan program remedial, klarifikasi capaian ketuntasan yang direncanakan, laporan kepada pihak yang memerlukan, pertimbangan kenaikan kelas atau kelulusan, dan dokumentasi.
4) Seluruh program penilaian hasil belajar disosialisasikan kepada guru.
5) Program penilaian hasil belajar perlu ditinjau secara periodik, berdasarkan data kegagalan/kendala pelaksanaan program termasuk temuan penguji eksternal dalam rangka mendapatkan rencana penilaian yang lebih adil dan bertanggung jawab.
6) Sekolah/Madrasah menetapkan prosedur yang mengatur transparansi sistem evaluasi hasil belajar untuk penilaian formal yang berkelanjutan.
7) Semua guru mengembalikan hasil kerja siswa yang telah dinilai.
8) Sekolah/Madrasah menetapkan petunjuk pelaksanaan operasional yang mengatur mekanisme penyampaian ketidakpuasan peserta didik dan penyelesaiannya mengenai penilaian hasil belajar.
9) Penilaian meliputi semua kompetensi dan materi yang diajarkan.
10) Seperangkat metode penilaian perlu disiapkan dan digunakan secara terencana untuk tujuan diagnostik, formatif dan sumatif, sesuai dengan metode/strategi pembelajaran yang digunakan.
11) Sekolah/Madrasah menyusun ketentuan pelaksanaan penilaian hasil belajar sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan.
12) Kemajuan yang dicapai oleh peserta didik dipantau, didokumentasikan secara sistematis, dan digunakan sebagai balikan kepada peserta didik untuk perbaikan secara berkala.
13) Penilaian yang didokumentasikan disertai bukti kesahihan, keandalan, dan dievaluasi secara periodik untuk perbaikan metode penilaian.
14) Sekolah/Madrasah melaporkan hasil belajar kepada orang tua peserta didik, komite sekolah/madrasah, dan institusi di atasnya.
e. Peraturan Akademik
1) Sekolah/Madrasah menyusun dan menetapkan Peraturan Akademik.
2) Peraturan Akademik berisi:
• persyaratan minimal kehadiran siswa untuk mengikuti pelajaran dan tugas dari guru;
• ketentuan mengenai ulangan, remedial, ujian, kenaikan kelas, dan kelulusan;
• ketentuan mengenai hak siswa untuk menggunakan fasilitas belajar, laboratorium, perpustakaan, penggunaan buku pelajaran, buku referensi, dan buku perpustakaan;
• ketentuan mengenai layanan konsultasi kepada guru mata pelajaran, wali kelas, dan konselor.
3) Peraturan akademik diputuskan oleh rapat dewan pendidik dan ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah.
6. Bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan
a. Sekolah/Madrasah menyusun program pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan.
b. Program pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan:
1. disusun dengan memperhatikan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan;
2. dikembangkan sesuai dengan kondisi sekolah/madrasah, termasuk pembagian tugas, mengatasi bila terjadi kekurangan tenaga, menentukan sistem penghargaan, dan pengembangan profesi bagi setiap pendidik dan tenaga kependidikan serta menerapkannya secara profesional, adil, dan terbuka.
c. Pengangkatan pendidik dan tenaga kependidikan tambahan dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh penyelenggara sekolah/madrasah.
d. Sekolah/Madrasah perlu mendukung upaya:
1. promosi pendidik dan tenaga kependidikan berdasarkan asas kemanfaatan, kepatutan, dan profesionalisme;
2. pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan yang diidentifikasi secara sistematis sesuai dengan aspirasi individu, kebutuhan kurikulum dan sekolah/madrasah;
3. penempatan tenaga kependidikan disesuaikan dengan kebutuhan baik jumlah maupun kualifikasinya dengan menetapkan prioritas;
4. mutasi tenaga kependidikan dari satu posisi ke posisi lain didasarkan pada analisis jabatan dengan diikuti orientasi tugas oleh pimpinan tertinggi sekolah/madrasah yang dilakukan setelah empat tahun, tetapi bisa diperpanjang berdasarkan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan untuk tenaga kependidikan tambahan tidak ada mutasi.
e. Sekolah/Madrasah mendayagunakan:
1. kepala sekolah/madrasah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pimpinan pengelolaan sekolah/madrasah;
2. wakil kepala SMP/MTs melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembantu kepala sekolah/madrasah;
3. wakil kepala SMA/SMK, MA/MAK bidang kurikulum melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembantu kepala sekolah/madrasah dalam mengelola bidang kurikulum;
4. wakil kepala SMA/SMK, MA/MAK bidang sarana prasarana melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembantu kepala sekolah/madrasah dalam mengelola sarana prasarana;
5. wakil kepala SMA/SMK, MA/MAK bidang kesiswaan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembantu kepala sekolah/madrasah dalam mengelola peserta didik;
6. wakil kepala SMK bidang hubungan industri melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembantu kepala sekolah/madrasah dalam mengelola kemitraan dengan dunia usaha dan dunia industri;
7. guru melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai agen pembelajaran yang memotivasi, memfasilitasi, mendidik, membimbing, dan melatih peserta didik sehingga menjadi manusia berkualitas dan mampu mengaktualisasikan potensi kemanusiaannya secara optimum;
8. konselor melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik;
9. pelatih/instruktur melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya memberikan pelatihan teknis kepada peserta didik pada kegiatan pelatihan;
10. tenaga perpustakaan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya melaksanakan pengelolaan sumber belajar di perpustakaan;
11. tenaga laboratorium melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya membantu guru mengelola kegiatan praktikum di laboratorium;
12. teknisi sumber belajar melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya mempersiapkan, merawat, memperbaiki sarana dan prasarana pembelajaran;
13. tenaga administrasi melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam menyelenggarakan pelayanan administratif;
14. tenaga kebersihan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan layanan kebersihan lingkungan.

7. Bidang Sarana dan Prasarana
a. Sekolah/Madrasah menetapkan kebijakan program secara tertulis mengenai pengelolaan sarana dan prasarana.
b. Program pengelolaan sarana dan prasarana mengacu pada Standar Sarana dan Prasarana dalam hal:
1. merencanakan, memenuhi dan mendayagunakan sarana dan prasarana pendidikan;
2. mengevaluasi dan melakukan pemeliharaan sarana dan prasarana agar tetap berfungsi mendukung proses pendidikan;
3. melengkapi fasilitas pembelajaran pada setiap tingkat kelas di sekolah/madrasah;
4. menyusun skala prioritas pengembangan fasilitas pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan dan kurikulum masing-masing tingkat;
5. pemeliharaan semua fasilitas fisik dan peralatan dengan memperhatikan kesehatan dan keamanan lingkungan.
c. Seluruh program pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan disosialisasikan kepada pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik.
d. Pengelolaan sarana prasarana sekolah/madrasah:
1. direncanakan secara sistematis agar selaras dengan pertumbuhan kegiatan akademik dengan mengacu Standar Sarana dan Prasarana;
2. dituangkan dalam rencana pokok (master plan) yang meliputi gedung dan laboratorium serta pengembangannya.
e. Pengelolaan perpustakaan sekolah/madrasah perlu:
1. menyediakan petunjuk pelaksanaan operasional peminjaman buku dan bahan pustaka lainnya;
2. merencanakan fasilitas peminjaman buku dan bahan pustaka lainnya sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan pendidik;
3. membuka pelayanan minimal enam jam sehari pada hari kerja;
4. melengkapi fasilitas peminjaman antar perpustakaan, baik internal maupun eksternal;
5. menyediakan pelayanan peminjaman dengan perpustakaan dari sekolah/madrasah lain baik negeri maupun swasta.
f. Pengelolaan laboratorium dikembangkan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dilengkapi dengan manual yang jelas sehingga tidak terjadi kekeliruan yang dapat menimbulkan kerusakan.
g. Pengelolaan fasilitas fisik untuk kegiatan ekstra-kurikuler disesuaikan dengan perkembangan kegiatan ekstra-kurikuler peserta didik dan mengacu pada Standar Sarana dan Prasarana.
8. Bidang Keuangan dan Pembiayaan
a. Sekolah/Madrasah menyusun pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional yang mengacu pada Standar Pembiayaan.
b. Pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional Sekolah/Madrasah mengatur:
1. sumber pemasukan, pengeluaran dan jumlah dana yang dikelola;
2. penyusunan dan pencairan anggaran, serta penggalangan dana di luar dana investasi dan operasional;
3. kewenangan dan tanggungjawab kepala sekolah/madrasah dalam membelanjakan anggaran pendidikan sesuai dengan peruntukannya;
4. pembukuan semua penerimaan dan pengeluaran serta penggunaan anggaran, untuk dilaporkan kepada komite sekolah/madrasah, serta institusi di atasnya.
c. Pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional sekolah/madrasah diputuskan oleh komite sekolah/madrasah dan ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah serta mendapatkan persetujuan dari institusi di atasnya.
d. Pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional sekolah/madrasah disosialisasikan kepada seluruh warga sekolah/madrasah untuk menjamin tercapainya pengelolaan dana secara transparan dan akuntabel.

9. Budaya dan Lingkungan Sekolah/Madrasah
a. Sekolah/Madrasah menciptakan suasana, iklim, dan lingkungan pendidikan yang kondusif untuk pembelajaran yang efisien dalam prosedur pelaksanaan.
b. Prosedur pelaksanaan penciptaan suasana, iklim, dan lingkungan pendidikan:
1) berisi prosedur tertulis mengenai informasi kegiatan penting minimum yang akan dilaksanakan;
2) memuat judul, tujuan, lingkup, tanggung jawab dan wewenang, serta penjelasannya;
3) diputuskan oleh kepala sekolah/madrasah dalam rapat dewan pendidik.
c. Sekolah/Madrasah menetapkan pedoman tata-tertib yang berisi:
1. tata tertib pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik, termasuk dalam hal menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana pendidikan;
2. petunjuk, peringatan, dan larangan dalam berperilaku di Sekolah/Madrasah, serta pemberian sangsi bagi warga yang melanggar tata tertib.
d. Tata tertib sekolah/madrasah ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan masukan komite sekolah/madrasah, dan peserta didik.
e. Sekolah/Madrasah menetapkan kode etik warga sekolah/madrasah yang memuat norma tentang:
1. hubungan sesama warga di dalam lingkungan sekolah/madrasah dan hubungan antara warga sekolah/madrasah dengan masyarakat;
2. sistem yang dapat memberikan penghargaan bagi yang mematuhi dan sangsi bagi yang melanggar.
f. Kode etik sekolah/madrasah ditanamkan kepada seluruh warga sekolah/madrasah untuk menegakkan etika sekolah/madrasah.
g. Sekolah/Madrasah perlu memiliki program yang jelas untuk meningkatkan kesadaran beretika bagi semua warga sekolah/madrasahnya.
h. Kode etik sekolah/madrasah yang mengatur peserta didik memuat norma untuk:
1. menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya;
2. menghormati pendidik dan tenaga kependidikan;
3. mengikuti proses pembelajaran dengan menjunjung tinggi ketentuan pembelajaran dan mematuhi semua peraturan yang berlaku;
4. memelihara kerukunan dan kedamaian untuk mewujudkan harmoni sosial di antara teman;
5. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi sesama;
6. mencintai lingkungan, bangsa, dan negara; serta
7. menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, ketertiban,keamanan, keindahan, dan kenyamanan sekolah/madrasah.
i. Peserta didik dalam menjaga norma pendidikan perlu mendapat bimbingan dengan keteladanan, pembinaan dengan membangun kemauan, serta pengembangan kreativitas dari pendidik dan tenaga kependidikan.
j. Kode etik sekolah/madrasah yang mengatur guru dan tenaga kependidikan memasukkan larangan bagi guru dan tenaga kependidikan, secara perseorangan maupun kolektif, untuk:
1. menjual buku pelajaran, seragam/bahan pakaian sekolah/madrasah, dan/atau perangkat sekolah lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung kepada peserta didik;
2. memungut biaya dalam memberikan bimbingan belajar atau les kepada peserta didik;
3. memungut biaya dari peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan peraturan dan undang-undang;
4. melakukan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung yang mencederai integritas hasil Ujian Sekolah/Madrasah dan Ujian Nasional.
k. Kode etik sekolah/madrasah diputuskan oleh rapat dewan pendidik dan ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah.
10. Peranserta Masyarakat dan Kemitraan Sekolah/Madrasah
a) Sekolah/Madrasah melibatkan warga dan masyarakat pendukung sekolah/madrasah dalam mengelola pendidikan.
b) Warga sekolah/madrasah dilibatkan dalam pengelolaan akademik.
c) Masyarakat pendukung sekolah/madrasah dilibatkan dalam pengelolaan non-akademik.
d) Keterlibatan peranserta warga sekolah/madrasah dan masyarakat dalam pengelolaan dibatasi pada kegiatan tertentu yang ditetapkan.
e) Setiap sekolah/madrasah menjalin kemitraan dengan lembaga lain yang relevan, berkaitan dengan input, proses, output, dan pemanfaatan lulusan.
f) Kemitraan sekolah/madrasah dilakukan dengan lembaga pemerintah atau non-pemerintah.
g) Kemitraan SD/MI/SDLB atau yang setara dilakukan minimal dengan SMP/MTs/SMPLB atau yang setara, serta dengan TK/RA/BA atau yang setara di lingkungannya.
h) Kemitraan SMP/MTs/SMPLB, atau yang setara dilakukan minimal dengan SMA/SMK/SMALB, MA/MAK, SD/MI atau yang setara, serta dunia usaha dan dunia industri.
i) Kemitraan SMA/SMK, MA/MAK, atau yang setara dilakukan minimal dengan perguruan tinggi, SMP/MTs, atau yang setara, serta dunia usaha dan dunia industri di lingkungannya.
j) Sistem kemitraan sekolah/madrasah ditetapkan dengan perjanjian secara tertulis.
C. PENGAWASAN DAN EVALUASI
1. Program Pengawasan
a Sekolah/Madrasah menyusun program pengawasan secara obyektif, bertanggung jawab dan berkelanjutan.
b Penyusunan program pengawasan di sekolah/madrasah didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan.
c Program pengawasan disosialisasikan ke seluruh pendidik dan tenaga kependidikan.
d Pengawasan pengelolaan sekolah/madrasah meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan.
e Pemantauan pengelolaan sekolah/madrasah dilakukan oleh komite sekolah/madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan berkelanjutan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan.
f Supervisi pengelolaan akademik dilakukan secara teratur dan berkelanjutan oleh kepala sekolah/madrasah dan pengawas sekolah/madrasah.
g Guru melaporkan hasil evaluasi dan penilaian sekurang-kurangnya setiap akhir semester yang ditujukan kepada kepala sekolah/madrasah dan orang tua/wali peserta didik.
h Tenaga kependidikan melaporkan pelaksanaan teknis dari tugas masingmasing sekurang-kurangnya setiap akhir semester yang ditujukan kepada kepala sekolah/madrasah. kepala sekolah/madrasah, secara terus menerus melakukan pengawasan pelaksanaan tugas tenaga kependidikan.
i Kepala sekolah/madrasah melaporkan hasil evaluasi kepada komite sekolah/madrasah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan sekurangkurangnya setiap akhir semester.
j Pengawas sekolah melaporkan hasil pengawasan di sekolah kepada bupati/walikota melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan dan sekolah yang bersangkutan, setelah dikonfirmasikan pada sekolah terkait.
k Pengawas madrasah melaporkan hasil pengawasan di madrasah kepada Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota dan pada madrasah yang bersangkutan, setelah dikonfirmasikan pada madrasah terkait.
l Setiap pihak yang menerima laporan hasil pengawasan menindaklanjuti laporan hasil pengawasan tersebut dalam rangka meningkatkan mutu sekolah/madrasah, termasuk memberikan sanksi atas penyimpangan yang ditemukan.
m Sekolah/Madrasah mendokumentasikan dan menggunakan hasil pemantauan, supervisi, evaluasi, dan pelaporan serta catatan tindak lanjut untuk memperbaiki kinerja sekolah/madrasah, dalam pengelolaan pembelajaran dan pengelolaan secara keseluruhan.
2. Evaluasi Diri
a Sekolah/Madrasah melakukan evaluasi diri terhadap kinerja sekolah/madrasah.
b Sekolah/Madrasah menetapkan prioritas indikator untuk mengukur, menilai kinerja, dan melakukan perbaikan dalam rangka pelaksanaan Standar- Nasional Pendidikan.
c Sekolah/Madrasah melaksanakan:
1. evaluasi proses pembelajaran secara periodik, sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun, pada akhir semester akademik;
2. evaluasi program kerja tahunan secara periodik sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun, pada akhir tahun anggaran sekolah/madrasah.
d. Evaluasi diri sekolah/madrasah dilakukan secara periodik berdasar pada data dan informasi yang sahih.
3. Evaluasi dan Pengembangan KTSP
Proses evaluasi dan pengembangan KTSP dilaksanakan secara:
a komprehensif dan fleksibel dalam mengadaptasi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mutakhir;
b berkala untuk merespon perubahan kebutuhan peserta didik dan masyarakat, serta perubahan sistem pendidikan, maupun perubahan sosial;
c integratif dan monolitik sejalan dengan perubahan tingkat mata pelajaran;
d menyeluruh dengan melibatkan berbagai pihak meliputi: dewan pendidik, komite sekolah/madrasah, pemakai lulusan, dan alumni.
4. Evaluasi Pendayagunaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
a Evaluasi pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan direncanakan secara komprehensif pada setiap akhir semester dengan mengacu pada Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
b Evaluasi pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan meliputi kesesuaian penugasan dengan keahlian, keseimbangan beban kerja, dan kinerja pendidik dan tenaga kependidikan dalam pelaksanaan tugas.
c Evaluasi kinerja pendidik harus memperhatikan pencapaian prestasi dan perubahan-perubahan peserta didik.
5. Akreditasi Sekolah/Madrasah
a Sekolah/Madrasah menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk mengikuti akreditasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b Sekolah/Madrasah meningkatkan status akreditasi, dengan menggunakan lembaga akreditasi eksternal yang memiliki legitimasi.
c Sekolah/Madrasah harus terus meningkatkan kualitas kelembagaannya secara holistik dengan menindaklanjuti saran-saran hasil akreditasi.
D. KEPEMIMPINAN SEKOLAH/MADRASAH
1. Setiap sekolah/madrasah dipimpin oleh seorang kepala sekolah/madrasah.
2. Kriteria untuk menjadi kepala dan wakil kepala sekolah/madrasah berdasarkan ketentuan dalam standar pendidik dan tenaga kependidikan.
3. Kepala SMP/MTs/SMPLB dibantu minimal oleh satu orang wakil kepalasekolah/madrasah.
4. Kepala SMA/MA dibantu minimal tiga wakil kepala sekolah/madrasah untuk bidang akademik, sarana-prasarana, dan kesiswaan. Sedangkan kepala SMK dibantu empat wakil kepala sekolah untuk bidang akademik, sarana-prasarana, kesiswaan, dan hubungan dunia usaha dan dunia industri. Dalam hal tertentu atau sekolah/madrasah yang masih dalam taraf pengembangan, kepala sekolah/madrasah dapat menugaskan guru untuk melaksanakan fungsi wakil kepala sekolah/madrasah.
5. Wakil kepala sekolah/madrasah dipilih oleh dewan pendidik, dan prosespengangkatan serta keputusannya, dilaporkan secara tertulis oleh kepala sekolah/madrasah kepada institusi di atasnya. Dalam hal sekolah/madrasah swasta, institusi dimaksud adalah penyelenggara sekolah/madrasah.
6. Kepala dan wakil kepala sekolah/madrasah memiliki kemampuan memimpin yaitu seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkannya dalam melaksanakan tugas keprofesionalan sesuai dengan Standar Pengelolaan Satuan Pendidikan.
7. Kepala sekolah/madrasah:
a menjabarkan visi ke dalam misi target mutu;
b merumuskan tujuan dan target mutu yang akan dicapai;
c menganalisis tantangan, peluang, kekuatan, dan kelemahan sekolah/madrasah;
d membuat rencana kerja strategis dan rencana kerja tahunan untuk pelaksanaan peningkatan mutu;
e bertanggung jawab dalam membuat keputusan anggaran sekolah/madrasah;
f melibatkan guru, komite sekolah dalam pengambilan keputusan penting sekolah/madrasah. Dalam hal sekolah/madrasah swasta, pengambilan keputusan tersebut harus melibatkan penyelenggara sekolah/madrasah;
g berkomunikasi untuk menciptakan dukungan intensif dari orang tua peserta didik dan masyarakat;
h menjaga dan meningkatkan motivasi kerja pendidik dan tenaga kependidikan dengan menggunakan sistem pemberian penghargaan atas prestasi dan sangsi atas pelanggaran peraturan dan kode etik;
i menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif bagi peserta didik;
j bertanggung jawab atas perencanaan partisipatif mengenai pelaksanaan kurikulum;
k melaksanakan dan merumuskan program supervisi, serta memanfaatkan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja sekolah/madrasah;
l meningkatkan mutu pendidikan;
m memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya;
n memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh komunitas sekolah/madrasah;
o membantu, membina, dan mempertahankan lingkungan sekolah/madrasah dan program pembelajaran yang kondusif bagi proses belajar peserta didik dan pertumbuhan profesional para guru dan tenaga kependidikan;
p menjamin manajemen organisasi dan pengoperasian sumber daya sekolah/madrasah untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, efisien, dan efektif;
q menjalin kerja sama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat, dan komite sekolah/madrasah menanggapi kepentingan dan kebutuhan komunitas yang beragam, dan memobilisasi sumber daya masyarakat;
r memberi contoh/teladan/tindakan yang bertanggung jawab.
8. Kepala sekolah/madrasah dapat mendelegasikan sebagian tugas dan kewenangan kepada wakil kepala sekolah/madrasah sesuai dengan bidangnya.
E. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
1. Sekolah/Madrasah:
a mengelola sistem informasi manajemen yang memadai untuk mendukung administrasi pendidikan yang efektif, efisien dan akuntabel;
b menyediakan fasilitas informasi yang efesien, efektif dan mudah diakses;
c menugaskan seorang guru atau tenaga kependidikan untuk melayani permintaan informasi maupun pemberian informasi atau pengaduan dari masyarakat berkaitan dengan pengelolaan sekolah/madrasah baik secara lisan maupun tertulis dan semuanya direkam dan didokumentasikan;
d melaporkan data informasi sekolah/madrasah yang telah terdokumentasikan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
2. Komunikasi antar warga sekolah/madrasah di lingkungan sekolah/madrasah dilaksanakan secara efisien dan efektif.
F. PENILAIAN KHUSUS
Keberadaan sekolah/madrasah yang pengelolaannya tidak mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan dapat memperoleh pengakuan Pemerintah atas dasar rekomendasi BSNP.